22/03/14

WUJUD SETIA Si-AMAI KOTO GADANG

“Amai tidak mencari untung besar, yayasan ini didirikan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Koto Gadang khususnya perempuan,” tutur Nelwati


Koto Gadang adalah nagari seluas 640 Ha di kaki Gunung Singgalang. Berada di sebelah barat Kota Bukittinggi, dipisahkan oleh Ngarai Sianok. Nagarinya dingin dan sejuk, rata-rata suhu siang hari 27oC dan turun 7oC pada malam hari.
Di perempatan Koto Gadang, kita bisa temukan bangunan rumah gadang dan Mesjid Jamik Tuo. Masuk ke jalan disamping mesjid. Sekitar 300 meter terlihat rumah bertuliskan Keradjinan Amai Setia 1915. Di halamannya terdapat lesehan dengan atap gonjong terbuat dari ijuk. Pengunjung mesti menanggalkan alas kaki di janjang jika ingin masuk ke dalam.
Rumah ini terdiri dari 2 lantai. Lantai satu terdiri dari ruangan kanan, tengah, dan kiri. Pada ruangan kanan terdapat seperangkat kursi tamu model lama dan etalase berisi sulaman kain suji. Bagian tengah diisi dengan berbagai jenis kerajinan perak. Ada replika rumah gadang, jam gadang, karapan kerbau, dan bermacam perhiasan perak seperti cincin, kalung, anting, dan sebagainya. Bagian kiri berisi sulaman kain suji dan renda.
Beringsut ke belakang. Terdapat ruangan yang cukup lapang, hanya meja di bagian tengah dan lemari kaca berisi sulaman di pinggir ruangan. Pada bagian belakang ini pengunjung bisa naik ke lantai 2, berupa museum mini tentang sejarah Amai nan Setia ini.
Amai adalah panggilan untuk wanita tua atau sudah menikah di Koto Gadang, jadi Amai Setia bisa diartikan Ibu-Ibu yang setia. Amai Setia didirikan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan di daerah Koto Gadang. Dimana pada saat itu, perempuan Koto Gadang masih terbelakang dari segi ilmu pengetahuan, hal ini disebabkan karena masyarakat Koto Gadang masih menganggap pendidikan tidak terlalu penting bagi perempuan.
Perkumpulan Kerajinan Amai Setia (KAS) didirikan pada 11 Februari 1911. Disini diajarkan berbagai hal yang dibutuhkan perempuan, seperti membuat kerajinan, baca tulis, pengetahuan agama dan umum, bahkan kepandaian rumah tangga. Rohana Kudus, jurnalis perempuan pertama di Indonesia, diangkat sebagai ketua pertama. Pada awalnya, KAS hanya beroperasi di rumah masyarakat, hingga akhirnya di bangun gedung sekolah Amai Setia pada tahun 1913. Bangunan tersebut selesai pada Februari 1915 dan masih beroperasi hingga sekarang sebagai tempat Yayasan KAS.
Atas prakarsa beberapa tokoh Koto Gadang, perkumpulan ini diusulkan untuk menjadi sebuah yayasan. Akhirnya pada 29 Desember 1979, Perkumpulan Keradjinan Amai Setia berganti status badan hukum menjadi Yayasan Keradjinan Amai Setia (YKAS). Tidak lagi hanya memasarkan produk dari anak didiknya, YKAS juga mengumpulkan dan membeli kerajinan dari penduduk sekitar lalu memasarkannya. Produk yang dipasarkan berupa kerajinan perak, kain sulaman, renda, dan kain suji. Harga yang ditawarkan juga beragam, mulai dari Rp 35ribu hingga puluhan juta rupiah. Peminatnya tidak hanya berasal dari dalam negeri, bahkan juga luar negeri. Berkat jasanya dalam mengembangkan kerajinan penduduk Koto Gadang, Yayasan Amai Setia memperoleh penghargaan Upakarti dari Presiden Soeharto pada tanggal 24 Desember 1987.
Hingga saat ini, Amai Setia tetap berdiri kokoh di Koto Gadang. Menunjukkan kesetiaan melestarikan hasil kerajinan daerahnya. “Walaupun pengunjung saat ini hanya lebih banyak melihat-lihat saja, kami akan selalu melesteraikan kerajinan masyarakat Koto Gadang”, tutur Nelwati, bendahara Yayasan Kerajinan Amai Setia saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ditunggu komentar, kritik, dan saran yang sopannya :)