“Amai tidak mencari untung besar, yayasan ini didirikan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Koto Gadang khususnya perempuan,” tutur Nelwati
Koto
Gadang adalah nagari seluas 640 Ha di
kaki Gunung Singgalang. Berada di sebelah barat Kota Bukittinggi, dipisahkan
oleh Ngarai Sianok. Nagarinya dingin dan sejuk, rata-rata suhu siang hari 27oC
dan turun 7oC pada malam hari.
Di
perempatan Koto Gadang, kita bisa temukan bangunan rumah gadang dan Mesjid
Jamik Tuo. Masuk ke jalan disamping mesjid. Sekitar 300 meter terlihat rumah bertuliskan Keradjinan Amai Setia 1915.
Di halamannya terdapat lesehan dengan atap gonjong terbuat dari ijuk. Pengunjung
mesti menanggalkan alas kaki di janjang
jika ingin masuk ke dalam.
Rumah
ini terdiri dari 2 lantai. Lantai satu terdiri dari ruangan kanan, tengah, dan
kiri. Pada ruangan kanan terdapat seperangkat kursi tamu model lama dan etalase
berisi sulaman kain suji. Bagian tengah diisi dengan berbagai jenis kerajinan
perak. Ada replika rumah gadang, jam gadang, karapan kerbau, dan bermacam
perhiasan perak seperti cincin, kalung, anting, dan sebagainya. Bagian kiri
berisi sulaman kain suji dan renda.
Beringsut
ke belakang. Terdapat ruangan yang cukup lapang, hanya meja di bagian tengah
dan lemari kaca berisi sulaman di pinggir ruangan. Pada bagian belakang ini
pengunjung bisa naik ke lantai 2, berupa museum mini tentang sejarah Amai nan Setia ini.
Amai
adalah panggilan untuk wanita tua atau sudah menikah di Koto Gadang, jadi Amai
Setia bisa diartikan Ibu-Ibu yang setia. Amai Setia didirikan untuk mengangkat
harkat dan martabat kaum perempuan di daerah Koto Gadang. Dimana pada saat itu,
perempuan Koto Gadang masih terbelakang dari segi ilmu pengetahuan, hal ini
disebabkan karena masyarakat Koto Gadang masih menganggap pendidikan tidak
terlalu penting bagi perempuan.
Perkumpulan
Kerajinan Amai Setia (KAS) didirikan pada 11 Februari 1911. Disini diajarkan berbagai
hal yang dibutuhkan perempuan, seperti membuat kerajinan, baca tulis,
pengetahuan agama dan umum, bahkan kepandaian rumah tangga. Rohana Kudus,
jurnalis perempuan pertama di Indonesia, diangkat sebagai ketua pertama. Pada
awalnya, KAS hanya beroperasi di rumah masyarakat, hingga akhirnya di bangun
gedung sekolah Amai Setia pada tahun 1913. Bangunan tersebut selesai pada
Februari 1915 dan masih beroperasi hingga sekarang sebagai tempat Yayasan KAS.
Atas
prakarsa beberapa tokoh Koto Gadang, perkumpulan ini diusulkan untuk menjadi
sebuah yayasan. Akhirnya pada 29 Desember 1979, Perkumpulan Keradjinan Amai
Setia berganti status badan hukum menjadi Yayasan Keradjinan Amai Setia (YKAS).
Tidak lagi hanya memasarkan produk dari anak didiknya, YKAS juga mengumpulkan
dan membeli kerajinan dari penduduk sekitar lalu memasarkannya. Produk yang
dipasarkan berupa kerajinan perak, kain sulaman, renda, dan kain suji. Harga
yang ditawarkan juga beragam, mulai dari Rp 35ribu hingga puluhan juta rupiah.
Peminatnya tidak hanya berasal dari dalam negeri, bahkan juga luar negeri.
Berkat jasanya dalam mengembangkan kerajinan penduduk Koto Gadang, Yayasan Amai
Setia memperoleh penghargaan Upakarti dari Presiden Soeharto pada tanggal 24 Desember 1987.
Hingga
saat ini, Amai Setia tetap berdiri kokoh di Koto Gadang. Menunjukkan kesetiaan
melestarikan hasil kerajinan daerahnya. “Walaupun pengunjung saat ini hanya
lebih banyak melihat-lihat saja, kami akan selalu melesteraikan kerajinan
masyarakat Koto Gadang”, tutur Nelwati, bendahara Yayasan Kerajinan Amai Setia
saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ditunggu komentar, kritik, dan saran yang sopannya :)